Tiga hari terakhir ini jika kita menonton televisi, kita disajikan berita yang cukup menyenangkan yaitu ditemukannya Black Box ( kotak hitam ) pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang kecelakaan di gunung salak bulan lalu. Didalam kota tersebut terdapat data penerbangan dan data pembicaraan pesawat tersebut. Untuk membaca data tersebut diperlukan laboratorium dan peralatan khusus. Tak banyak yang tahu Indonesia sudah mempunyai laboratorium untuk
membaca black box sendiri sejak tahun 2009. Di sinilah Komite Nasional
Keselamatan Transportasi (KNKT) tekun bekerja menguak misteri dalam
kotak hitam atau black box pesawat. Seperti apa?
Didalam laboratorium itu terdapat ruangan yang memiliki luas 4 x 8 meter yang terbagi menjadi dua ruangan dengan partisi dinding kaca.Masing-masingnya dipenuhi layar-layar monitor. Ruangan itu terdapat beberapa monitor-monitor yang dipenuhi grafik-grafik yang dinamis.
Laboratorium ini sudah diresmikan pada 17 Agustus 2009 lalu, bertepatan dengan HUT RI yang ke-64. Saat itu KNKT masih di bawah Kemenhub yang dipimpin Jusman Syafii Djamal.
Dalam laboratorium ada dua alat baca yang sesuai dengan jenis black box yang terdiri dari pembaca flight data recorder (FDR) dan pembaca cockpit voice recorder (CVR).
"Alat ini ada yang beli sendiri dari Kanada dan ada yang bantuan dan hasil kerjasama dengan Jepang," jelas Nugroho Budi, investigator dan analis kotak hitam di KNKT.
FDR didatangkan dari Kanada, sedangkan CVR dibeli di Australia. Pengadaan alat software itu memakan dana sebesar US$ 250 ribu. Sementara hardware-nya berasal dari hibah negara Jepang seharga US$ 300.000. Sedangkan untuk peningkatan kapasitas operatornya, imbuh Budi, Australia menjadi tempat pendidikannya.
"Jadi skill untuk operatornya. Kebetulan saya pernah dapat pelatihan di Amerika tahun 1988. Sementara Ajeng sama Andre itu Australia. Saya ke Australia juga. Jadi lulusan Australia semuanya," jelas dia.
Hingga saat ini, baru ada 4 personel yang berkemampuan membaca dan menganalis kotak hitam pesawat. "Di sini ada 4 personel di laboraturium ini. Tadi Mas Pungki, saya (Budi), Andreas, lalu Mbak Diah," tutur Budi.
Personel yang 4 orang itu, menurut Budi, sudah terbilang lumayan. Saat awal-awal laboratorium berdiri dulu, Budi bekerja sendirian menganalisis black box.
"Ya kami sekarang agak ringan ya.Tahun pertama hanya saya sendiri, tahun kedua ada Andre lalu Ajeng. Kita maksimalkan yang ada. Kalau pembagian tugasnya, Pungki lebih ke manajemen laboraturium dan CVR, Pak Andre di CVR dan komputer, Ajeng dan saya di analisis," jelas Budi.
Selama ini, KNKT mengacu pada Annex 13 International Civil Aviation Organization (ICAO) ada 3 tingkatan insiden, yakni incident, serious incident dan accident. Accident adalah status kecelakaan tertinggi yang memakan korban jiwa. KNKT bisa menginvestigasi bila pesawat itu mengalami serious incident dan accident.
Berapa lama sih membaca black box?
"Kalau download datanya paling satu jam. Tapi yang lama adalah analisisnya. Tidak bisa dipatok karena harus seteliti mungkin. Tergantung kerumitan pesawat juga, kan pesawat juga macam-macam. Ada yang sederhana, ada yang modern. Kalau makin modern akan lebih banyak parameter yang direkam dan harus dibaca. Tapi ada standar pada dasarnya," tutur Budi.
Seperti diketahui, tim Kopassus sudah menemukan black box Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak. Benda tersebut ditemukan di ketinggian 100 meter di atas ekor pesawat. Kondisi black box dalam keadaan berwarna hitam gosong karena terbakar.
sumber : detiknews
Didalam laboratorium itu terdapat ruangan yang memiliki luas 4 x 8 meter yang terbagi menjadi dua ruangan dengan partisi dinding kaca.Masing-masingnya dipenuhi layar-layar monitor. Ruangan itu terdapat beberapa monitor-monitor yang dipenuhi grafik-grafik yang dinamis.
Laboratorium ini sudah diresmikan pada 17 Agustus 2009 lalu, bertepatan dengan HUT RI yang ke-64. Saat itu KNKT masih di bawah Kemenhub yang dipimpin Jusman Syafii Djamal.
Dalam laboratorium ada dua alat baca yang sesuai dengan jenis black box yang terdiri dari pembaca flight data recorder (FDR) dan pembaca cockpit voice recorder (CVR).
"Alat ini ada yang beli sendiri dari Kanada dan ada yang bantuan dan hasil kerjasama dengan Jepang," jelas Nugroho Budi, investigator dan analis kotak hitam di KNKT.
FDR didatangkan dari Kanada, sedangkan CVR dibeli di Australia. Pengadaan alat software itu memakan dana sebesar US$ 250 ribu. Sementara hardware-nya berasal dari hibah negara Jepang seharga US$ 300.000. Sedangkan untuk peningkatan kapasitas operatornya, imbuh Budi, Australia menjadi tempat pendidikannya.
"Jadi skill untuk operatornya. Kebetulan saya pernah dapat pelatihan di Amerika tahun 1988. Sementara Ajeng sama Andre itu Australia. Saya ke Australia juga. Jadi lulusan Australia semuanya," jelas dia.
Hingga saat ini, baru ada 4 personel yang berkemampuan membaca dan menganalis kotak hitam pesawat. "Di sini ada 4 personel di laboraturium ini. Tadi Mas Pungki, saya (Budi), Andreas, lalu Mbak Diah," tutur Budi.
Personel yang 4 orang itu, menurut Budi, sudah terbilang lumayan. Saat awal-awal laboratorium berdiri dulu, Budi bekerja sendirian menganalisis black box.
"Ya kami sekarang agak ringan ya.Tahun pertama hanya saya sendiri, tahun kedua ada Andre lalu Ajeng. Kita maksimalkan yang ada. Kalau pembagian tugasnya, Pungki lebih ke manajemen laboraturium dan CVR, Pak Andre di CVR dan komputer, Ajeng dan saya di analisis," jelas Budi.
Selama ini, KNKT mengacu pada Annex 13 International Civil Aviation Organization (ICAO) ada 3 tingkatan insiden, yakni incident, serious incident dan accident. Accident adalah status kecelakaan tertinggi yang memakan korban jiwa. KNKT bisa menginvestigasi bila pesawat itu mengalami serious incident dan accident.
Berapa lama sih membaca black box?
"Kalau download datanya paling satu jam. Tapi yang lama adalah analisisnya. Tidak bisa dipatok karena harus seteliti mungkin. Tergantung kerumitan pesawat juga, kan pesawat juga macam-macam. Ada yang sederhana, ada yang modern. Kalau makin modern akan lebih banyak parameter yang direkam dan harus dibaca. Tapi ada standar pada dasarnya," tutur Budi.
Seperti diketahui, tim Kopassus sudah menemukan black box Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak. Benda tersebut ditemukan di ketinggian 100 meter di atas ekor pesawat. Kondisi black box dalam keadaan berwarna hitam gosong karena terbakar.
sumber : detiknews
Tag :
Sains
0 Komentar untuk "Laboratorium Pembaca Black Box Milik KNKT"