Profesionalisme adalah syarat mutlak bagi seorang guru, kalau tidak maka yang terjadi akan seperti yang dialami seorang siswi berikut. Asrina Hariyani (16 tahun), siswi kelas 8-E SMPN
10 kota Madiun, Jawa Timur, dipaksa oleh gurunya agar membuat surat
pernyataan jika dirinya sudah tidak perawan.
Karena itu, sudah dua hari terakhir, Asrina, putri sulung pasangan suami istri (Pasutri) Hari Sutriso-Sri Wahyuni, warga Jalan Sukoyono No.26 kota Madiun, tidak masuk sekolah karena malu dan trauma. Pasalnya 23 Mei lalu, siswi SMPN 10 kota Madiun itu, dipaksa oleh guru Bimbingan Konseling (BK), Wahyu, untuk membuat surat pernyataan jika dirinya sudah tidak perawan. Karena ditekan dan takut, Asrina menuruti paksaan gurunya.
"Saya tidak pernah melakukan hal-hal yang melampaui batas. Tapi kenapa mendapat informasi sepihak dari teman saya, bu Wahyu percaya dan memaksa saya untuk membuat surat pernyataan jika saya sudah tidak perawan. Memang saya akui, saya sudah punya pacar. Tapi saya tidak pernah melakukan hal-hal yang dituduhkan",kata Asrina kepada wartawan, dengan didampingi oleh orang tuanya, dan tantenya, Kasmini, Jumat (1/6/2012).
Tak hanya memaksa Asrina untuk membuat surat pernyataan tidak perawan
yang dilakukan oleh guru BK. Orang tua gadis hitam manis ini, juga
diminta datang ke sekolah. Dengan diwakili oleh tantenya, Kasmini,
keluarga Asrina datang ke sekolah. Sesampainya di sekolah, pihak BK
minta kepada keluarga Asrina untuk memeriksakan anaknya ke dokter.
Kamis 31 Mei 2012, sekitar pukul 19.00 Wib, dengan diantar tantenya, siswi SMP itu mendatangi dokter spesialis kandungan, Dr.Santi. Setelah diperiksa dengan alat DiaSpot hCg dengan sensitivitas 25mIU/ml, Asrina dinyatakan tidak hamil. Namun Dr.Santi tidak berani mengeluarkan surat visum et repertum tentang masih gadis atau tidaknya, Asrina. Karena itu bukan wewenangnya.
Dengan berbekal surat pengantar dari Dr.Santi, Jumat 1 Juni 2012, ibu Asrina, Sri Wahyuni, dengan ditemani oleh tantenya, Kasmini, datang ke RSUP DR.Sudono Madiun, untuk meminta visum. Tapi oleh pihak rumah sakit ditolak dengan alasan permintaan visum harus ada surat pengantar dari kepolisian.
Karena ingin mengetahui kebenaran tentang putrinya, ibu Asrina langsung mendatangi Polsek Taman untuk meminta surat pengantar visum. Namun polisi menolak dengan alasan, permintaan pengantar visum hanya bisa diberikan atas adanya suatu kejadian tindak pidana.
Untuk menyelesaikan masalah ini, dengan ditemani dua orang anggota Polsek Taman, orang tua Asrina mendatangi sekolah. Pihak polisi menjelaskan kepada sekolah, jika masalah ini dimintakan visum, maka perkaranya akan melebar.
Sementara itu, orang tua Asrina, Hari Sutrisno, mengatakan tidak terima putri sulungnya diperlakukan seperti itu oleh pihak sekolah. Selain putrinya malu untuk masuk sekolah, karena masalah ini menyangkut nama baik dan harga diri Asrina dan keluarganya.
"Kalau misalnya membolos kemudian disuruh membuat surat pernyataan agar tidak mengulang, tidak masalah. Tapi ini anak saya dipaksa oleh gurunya agar membuat surat pernyataan tidak perawan. Memang saya keluarga miskin, tapi masih punya harga diri", terang Hari Sutrisno, kepada wartawan dirumahnya, Jumat (1/6/2012).
Terpisah, Kepala Sekolah SMPN 10 kota Madiun, Nasir, maupun guru BK, Wahyu, ketika akan dikonfirmasi wartawan, tidak berada ditempat. Wartawan hanya ditemui oleh Humas, Haryaningtyas. Namun tak ada komentar sedikitpun dari humas.
"Untuk masalah ini, saya no coment. Kalau besuk di koran ada komentar saya, akan saya tuntut", kata Haryningtyas kepada wartawan, seraya mengancam.
Kamis 31 Mei 2012, sekitar pukul 19.00 Wib, dengan diantar tantenya, siswi SMP itu mendatangi dokter spesialis kandungan, Dr.Santi. Setelah diperiksa dengan alat DiaSpot hCg dengan sensitivitas 25mIU/ml, Asrina dinyatakan tidak hamil. Namun Dr.Santi tidak berani mengeluarkan surat visum et repertum tentang masih gadis atau tidaknya, Asrina. Karena itu bukan wewenangnya.
Dengan berbekal surat pengantar dari Dr.Santi, Jumat 1 Juni 2012, ibu Asrina, Sri Wahyuni, dengan ditemani oleh tantenya, Kasmini, datang ke RSUP DR.Sudono Madiun, untuk meminta visum. Tapi oleh pihak rumah sakit ditolak dengan alasan permintaan visum harus ada surat pengantar dari kepolisian.
Karena ingin mengetahui kebenaran tentang putrinya, ibu Asrina langsung mendatangi Polsek Taman untuk meminta surat pengantar visum. Namun polisi menolak dengan alasan, permintaan pengantar visum hanya bisa diberikan atas adanya suatu kejadian tindak pidana.
Untuk menyelesaikan masalah ini, dengan ditemani dua orang anggota Polsek Taman, orang tua Asrina mendatangi sekolah. Pihak polisi menjelaskan kepada sekolah, jika masalah ini dimintakan visum, maka perkaranya akan melebar.
Sementara itu, orang tua Asrina, Hari Sutrisno, mengatakan tidak terima putri sulungnya diperlakukan seperti itu oleh pihak sekolah. Selain putrinya malu untuk masuk sekolah, karena masalah ini menyangkut nama baik dan harga diri Asrina dan keluarganya.
"Kalau misalnya membolos kemudian disuruh membuat surat pernyataan agar tidak mengulang, tidak masalah. Tapi ini anak saya dipaksa oleh gurunya agar membuat surat pernyataan tidak perawan. Memang saya keluarga miskin, tapi masih punya harga diri", terang Hari Sutrisno, kepada wartawan dirumahnya, Jumat (1/6/2012).
Terpisah, Kepala Sekolah SMPN 10 kota Madiun, Nasir, maupun guru BK, Wahyu, ketika akan dikonfirmasi wartawan, tidak berada ditempat. Wartawan hanya ditemui oleh Humas, Haryaningtyas. Namun tak ada komentar sedikitpun dari humas.
"Untuk masalah ini, saya no coment. Kalau besuk di koran ada komentar saya, akan saya tuntut", kata Haryningtyas kepada wartawan, seraya mengancam.
|
Tag :
Pendidikan
0 Komentar untuk "Surat Pernyataan Tidak Perawan di sebuah SMP"